Selasa, 16 Februari 2010

energi

Energi memang selalu menjadi rebutan. dalam konsep ekologi energi merupakan bahan dasar untuk mendapatkan hasil. Dalam antropologi pun, energi adalah alasan mengapa terjadi sebuah budaya baru hingga penemuan baru. tak semua menyadari itu, tapi memang energi penting untuk kita miliki. tapi untuk diperebutkan, entahlah.

Saat ini keterbatasan kita hadapi, entah mengapa sebagai praktisi pendidikan aku menyayangkan terbitnya UU BHP. Mungkin tak baik juga mengomentari sebelum mendalaminya. karena menurutku antropologi memahaminya sedikit lebih mendalam.
Berdasarkan pemberitaan media, banyak sekali kasus unjuk rasa oleh mahasiswa yang berujung kekerasan.
Aku rasa seharusnya ada masa dimana para pembuat kebijakan memikirkan tentang kenyataan yang dirasakan. Antropologi menyebutnya pendekatan emik. Pertanyaannya apakah memang relevan jika pendidikan “diserahkan” kepada swasta. Jika pembuat kebijakan adalah pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan maka wajar dia melanggengkan aturan ini. Selain itu, lagi-lagi energi. mereka memiliki energi lebih dari para mahasiswa yang orang tuanya tak semua juga memiliki energi yang sama. Ada tingkat ekonomi bawah dan atas. Kecil kemungkinan pembuat kebijakan adalah golongan energi menengah ke bawah. Oleh karena itu mereka tak merasakan apa yang dirasakan para mahasiswa yang melakukan kekerasan tadi.
kekerasan mahasiswa disini adalah representasi dari tertekannya jiwa atas aturan. naluri dan alamiah.

dan aku bagian disana. tapi aku tak turut ke jalan atau hujat mereka. hanya bisa menulis.

sial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar